Posts

Showing posts from October, 2007

sebuah pesan

taukah... citacita selalu samar meski di depan mata tapi... peganglah ini, berupa sesuatu sekedar oleholeh jika berjalan satu konsisten dua tekun suatu waktu di ujung perjalanan berikan juga oleholeh ini kepada sesiapa saja ada yang menganjurkan untuk menyimpan dann memelihara dua bagian itu entah siapa, masih samar sebagaimana citacita di perhentian pasti ada jawaban

kanakkanak kata

dalam sehari kuterbiasa mendengar dua tiga kata yang melekat dirimu dan selalu kusembunyikan sepatah kata yang menarik dari bibirmu dua mungkin, tiga patah kata kan serentak kuulang di depanmu supaya tertawa menjadi selingan pandang yang kucuri dibalik senyummu. lalu kuterbiasa tertawa tanpa selingan pandang juga tak lagi mengulangkata yang melekat diantara kita. Kemudian usia mengharuskan kita bersikapselayak orangtua tanpa jadi kanakkanak sewaktu kita baru berkenalan. tetapi aku masih menyimpan kenangan itu. Kenangan kata yang selalu kuulang dari bibirmu. Aku merindukannya. Meski tua usia kita, anak cucu masih rewel. sesekali jika berdua bersediakah kita menjadi kanakkanak karna kata kan kuulang sepatah hingga tiga kata yang pernah melekat di bibirmu

berbintang, malam, kata

kali ini malam berbintang setelah senja dan ramalan cuaca tak mampu kusayat dengan kata yang miris sesuatu yang klise, sebagaimana penyair pengarang mengenang senja dan ramalan cuaca mereka selipkan dalam metafora yang aneh untuk sebentuk puisi juga cerpen kali ini malam berbintang tanpa kata.. mungkin esok juga begitu

M Y A N M A R

Catatan Pinggir Goenawan Mohamad Kau benar, Suu Kyi: keberanian bisa menular. Ia juga bisa menyentuh. Dunia kini tengah menyaksikan dengan kagum deretan 10 ribu biarawan dan biarawati berjubah merah berbaris dari Pagoda Shwegadon, menapak jalan-jalan kota Yangoon. Telah sepuluh hari lamanya mereka utarakan apa yang selama ini telah kau utarakan, mereka ucapkan apa yang selama ini dibisukan: pemerintahan militer tak bisa diterima! Myanmar tak bisa ditindas! Mereka juga datang memasuki Avenue Universitas, mendekat ke rumah tempat kau ditahan selama sebelas tahun. Seratus orang polisi mencegah. Para biarawan itu mundur. Tapi akhirnya ada yang juga mendekat. Orang-orang melihat kau muncul di jendela. Kau melambai, menyambut mereka—dengan mata basah. Aku ingin sekali berada di jalan itu, Suu Kyi. Tiap keberanian untuk keadilan adalah cercah harapan—benda langka di zaman yang sinis. Seperti berkah yang hilang, seperti wahyu yang selalu tertunda. Tapi keberanian, biarpun

waktu kita....

sesuatu mengucap tentang di bibirmu dan aku bukan yang kau maksud meyumpah serapah lelaki itu hingga kau tak menyebut namanya lagi aku senang waktu adalah ketika bukan untuk menunjuk jam itu aku kau berucap... 'waktu kita...blablabla' aku yang kau maksud senang minta ampun karna kali ini baru menyebutku... 'waktu kita....' kau dan aku tak peduli apa yang kita lakukan waktu itu entah apa.. cukup kau menyebut namaku dan namamu berdua saja di hadapanku dan mereka senang....juga tidak mungkin pertanda bahwa kita adalah.... ya atau tidak

bulan menanti...

sampai nanti berbuka puasakita nanti berbuka puisi berlebaran di ujung puasa juga kita menyaji puisi saling menyapa indahkarna kita bertukar puisi mencoba rasa masingmasingsebagai hidangan berbuka puasa hingga nanti kita bersuamemuji satu dan yang lainsalamsalam dan memaapkankarna satu berupa puisi

kunci serupa senja

ada yang membisik telinga hingga kita menatap senja dan tak bisa membencinya dulu.. kita tenggelam dalam ingatan saat kita masih berdua duduk berdampingan karena senja kita menyimpannya rapi dalam kepala juga sepakat membuat pintu dengan dengan kunci serupa senja mudah diingat dan ketika senja tiba kita bersua lagi tak saling menyapa cukup membuka pintu serupa senja kata kuncinya