Posts

Showing posts from 2010

batas

Dunia ini dibatasi dengan spasi, tanda koma, titik dan sebuah paragraf baru. Begitu katanya kepada saya, dua hari lalu. Kata-katanya mengingatkan saya dengan seorang teman. Tepatnya teman yang bijak. Saya berusaha mengingat kembali apa itu dunia dengan tanda. Ya, saya mencoba menebak, ia hanya dibatasi koma dan spasi untuk sebuah waktu yang lapang sejenak bernama istirahat, lalu kau menutupnya dengan tanda titik. Besoknya, engkau membangun paragraf baru dalam sebuah catatan perjalananmu. Jika begitu, berarti betul ada batas-batas yang lapang untuk memaknai perjalanan. Dan saya, begitu juga kau paling benci berhenti pada batas yang bernama Jenuh. Pada batas ini, ia adalah tema baru untuk melangkah pada judul kepala yang baru juga. Tapi itu susah, sebab di batas ini engkau harus mengambil keputusan untuk memilih. Karena hidup adalah persoalan putusan tentang pilihan. Sebab itu, cerita ini masih panjang untuk sampai pada tema dan judul yang baru. saya ingin menantang, tanpa batas disini

EGO-- (Catatan Feby)

Hai tuhan yang baik, saya ingin mengadu banyak hal tentang satu masalah. Kau tahu, dan mereka barangkali juga tahu apa itu ego. Sebatas yang saya tahu, ego adalah hak dalam hati seseorang untuk peduli maupun tidak peduli terhadap sesuatu. Tapi saya kira, jika ego demikian artinya lantas kenapa harus ada yang sakit. Ada petunjuk yang pernah memberikan, kalau mengatasinya mudah. Yaitu, dengan selalu berpikir positif. Tapi, jika semisal saya sudah berpikir seperti itu atau mereka, lantas kenapa pula masih ada sedikit masalah. Saya selalu menganggap ini hanya masalah, kurangnya komunikasi yang baik. Supaya tambah tahu, dan tidak membingungkan, sebenarnya bagaimana menyamakan persepsi perasaan di dalam interaksi kita dengan orang yang kita sayangi. Tidak peduli orang itu adalah kekasih, teman baik, dan sahabat terdekat bahkan saudara sekalipun. Terbuka, jawabmu. Tapi saya pikir tidak harus selalu begitu. Untuk beberapa orang, banyak yang sangat-sangat terbuka kepada saya. Atau saya yang s

Beragam Masalah Dalam Secangkir Kopi

Berpetualang Kalau anda bukan pengelana kopi, berarti anda belum masuk dalam kategori pencinta kopi. Anda baru berada dalam tahapan penikmat kopi. Orang-orang yang bagaimana kita menyebut si pengelana kopi itu? jawabannya tentu saja orang yang tidak hanya berdiam di satu warung kopi saja. Lantas siapa pencinta kopi itu? Aduh! menjawabnya tentu saja sangat susah. Paling tidak jawabannya tidak akan anda dapat, ketika anda berada di dalam warung kopi yang itu-itu juga. Sebab, warung kopi yang seperti itu adalah warung kopi yang bebal dengan seenaknya menghakimi selera anda bertumpah-tumpah susu atau gula, layaknya hakim yang langsung memvonis citarasa anda. Siapa yang tahu, selera anda adalah kopi tanpa susu, kopi tanpa gula atau kopi setengah gula dan setengah susu. Sekali lagi Who One To Knows selera anda. Jadi kalau anda tidak berpetualang kopi, berarti anda belum masuk dalam kategori pencinta kopi. Pencinta kopi adalah orang-orang yang memiliki jiwa petualang yang bebas. Idealnya muda

Thoeng dan Pecinan di Makassar

Image
Siang hari, panas masih terik. Saya masih menyusuri jalan Irian dan sekitarnya, berputar-putar dari jalan sempit perkampungan warga keturunan Tionghoa, Jalan Sulawesi dan sekitarnya. Pun saya tersesat di jalan Nusakambangan bertemu dengan Eric Salimin-Liem Hoek Jin. Ditempatnya ia bercerita pada masa penjajahan, tentang ketokohan Mayor Thoeng di Makassar. ***** Sekumpulan tentara Jepang Tokketai memburu keluarga Mayor Thoeng Liong Hoei. Mata-mata menyebut, Mayor Thoeng telah melarikan diri dari kediamannya di Jalan Bacan No 5. Tahun 1942, di perbatasan limbung Makassar, Mayor Thoeng Liong Hoei bersama tujuh anggota keluarganya dibunuh tentara Jepang. Selain Mayor, mereka yang dibunuh adalah anak sang Mayor bernama Thoeng Kok Sang, Thoeng Kok Tjien, Thoeng Kok Tjeng, dan Thoeng Kok Leang. Satu menantu Mayor Thoeng Tan Hong Teng bersama dua bersaudara Lie ikut dibunuh tentara Jepang. Sementara tiga istri sang Mayor berhasil kabur. "Hingga kini, kisah Mayor Thoeng terus bergeri

Kami Hanya Memberitahu, Selalu Berharap Nasib Mereka Lebih Baik

Namanya Fadillah, usia satu setengah tahun. Dia belum mampu bicara saat saya menemuinya di tempat penampungan sementara, korban tenggelam kapal Trisal Pratama. Dia hanya bisa menangis, sebab baru saja kehilangan ibu dan bapaknya. Ibunya bernama Rosidah, ayahnya Syarifudin Nasaru bekerja di Kapal Trisal sebagai Muallim. Keduanya hilang, bersama sepuluh orang lainnya, saat kapal Trisal bertabrakan dengan Kapal Indimatam. Fadillah bersama sepuluh orang lainnya berhasil selamat. Tapi jujur, saya tidak tahu apakah Fadillah yang masih kecil itu sudah mengetahui kalau ibu dan bapaknya hingga kini belum ditemukan. Andre, salah seorang anak buah kapal Trisal yang saya ganggu dengan pertanyaan hanya mengatakan, Fadillah tidak terbiasa dengan banyak orang yang ditemuinya. Ya, termasuk saya barangkali. Sebab saya mengganggu Andre dengan pertanyaan bertubi-tubi, sementara Fadillah masih berada dalam gendongannya. Saya merasa mengganggu Fadillah di sebuah lorong sempit di Jalan Gunung Merapi sore it

Tenanglah, Gulma Dan Setitik Itu Tak Selamanya Menjalar dan Tumbuh Lebat

Ada yang salah sepertinya sampai ia menganggap dirinya adalah tetumbuhan liar yang mudah berkembangbiak dimana saja. Tentang ia yang merasa telah membangun setitik kecil, dan menganggap itu adalah gangguan semisal sebiji kecil bernama jerawat. Tenanglah, tumbuhan liar, dan jerawat itu pada saatnya terawat selamanya. Ia lumrah, alamiah, berhak hidup dan tumbuh dimana saja. Yang diperlukan hanya merawatnya supaya ia tak menjalar kemana-mana. Termasuk di setengah hati yang kosong barangkali. Tenanglah, sebiji jerawat itu pada saatnya terawat juga. Kau hanya perlu membutuhkan sebuah cermin rias sekadar menghilangkan noda hitam, atau supaya ia tak bertumbuh banyak di wajahmu. Ia memang berbekas. Jika bekas itu dalam, akan ada noda hitam yang menanda. Seperti halnya Tetumbuhan liar. Ia berhak tumbuh dimana saja. Yang dibutuhkan hanya merawatnya, sama seperti kau menggunting tanaman Asoka taman rumahmu. Setiap hari engkau pasti akan memotongnya hingga ia tak merambat ke dalam rumahmu yang la

teman itu ibarat cermin yang cerewet dan bisu sekalipun

Jangan tanya saya apa itu persahabatan. Saya juga tidak tahu. Tapi saya sangat tahu kita membutuhkan teman. Yah, teman yang banyak. Tak usah kita mempersulit beda antara teman dan sahabat. Pun saya baru tahu, teman adalah cermin. Cermin yang bisa berbicara juga bisa sekaligus diam. Cermin apa yang paling baik, dan bisa membuatmu berkaca. Teman. Dan cermin apa yang paling bebal, membuatmu menerka dengan perasaan paling dalam sekalipun. Teman. Pun berkali-kali temanmu, yang menikam dari belakang. Mereka adalah teman. Saya mengajak mari kita saling memandang, dengan kekurangan dan kelebihan kita masing-masing teman. Jika kita masih saling bebal, barangkali kita belum bisa saling menerka perasaan saling melihat satu sama lain. Akkhh, saya tahu, saya barangkali harus ditimpa batu berkali-kali supaya bisa lebih mengenalmu teman. Tapi, tak usah saya memberitahu siapa dirimu sebenarnya teman. Itulah kenapa tuhan, mencipta perasaan. Barangkali, saya adalah jenis teman yang seperti itu.

Surat Tukang Catat Kepada Tukang Demo..

Apa kabar kalian disana yang mungkin sedang berdiskusi atau mengatur aksi untuk persiapan demonstrasi esok hari. Salam juga buat jenderal lapangan kalian dan organ-organ yang tergabung di dalamnya ya. Saya tidak akan memanggil kalian dengan panggilan kawan. Sebab saya tahu kalian bukan aktivis, yang kerap memanggil kerabatnya dengan panggilan itu. Bagi saya aktivis adalah nilai sempurna buat mereka yang betul-betul berjuang atas nama keadilan dan perjuangan rakyat. Rakyat, ya, mudah mudahan saya tidak berlebihan. Jadi saya akan tak akan memanggil kalian dengan sebutan aktivis, biasanya masih ada yang alergi dengan panggilan itu. Toh, saya pernah merasakannya saat masih menjadi mahasiswa. Saya akan memanggil kalian dengan panggilan teman. Ya, teman. Sebab kita masih satu profesi. Kalian tukang dan saya tukang. Kalian tukang demo dan saya tukang catat, apa yang kalian demo. Saya bukan tidak tahu apa itu berdemontrasi, teman. Tak usahlah saya bacakan kamus bermakna demonstrasi. Di perkuli

Kupu-kupu ke Mana Engkau Terbang

ANDAI masih hidup, Alfred Russel Wallace pasti bersedih. Naturalis asal Inggris ini tak akan pernah lagi menjumpai ribuan kupu-kupu nan indah terbang bergerombol di sekitar air terjun Taman Nasional Bantimurung, Sulawesi Selatan. Jangankan ribuan, kini puluhan pun sulit ditemukan. Terlebih kupu-kupu langka asli Sulawesi yang termasyhur di seantero dunia, seperti kupu-kupu raja (Papilio adamanthis), bidadari (Chetosia myrina), Troides hypolitus, Troides helena, dan Troides haliphron. Untunglah, Wallace (1823-1913) tetap tersenyum bangga sampai akhir hidupnya. Dalam buku The Malay Archipelago, ia sempat menjadi saksi mata panorama surgawi yang dia sebut sebagai "Kingdom of the Butterfly", kerajaan kupu-kupu. Seantero dunia pun terpukau. Dia sebutkan sedikitnya 300 spesies kupu-kupu atau 10,8 persen dari jumlah spesies kupu-kupu di Indonesia hidup di sana. Kupu-kupu jugalah yang turut membantu Wallace merumuskan teori tentang garis batas pembagian fauna Asia dan Australia. Seaba

BPK--Memancing dan Kesimpulan Entahlah

Dari perbincangan kami yang menyenangkan, ia menjelaskan kepada saya tentang betapa asyiknya pekerjaan memancing itu. "Memancing itu, seperti mencoba keberuntungan di lautan luas. Rejeki juga bisa dilihat darisitu," aduh !! kata teman saya ini. Betul juga, pikir saya. Dia itu namanya Mas'ud. Sebenarnya dia bukan teman saya. Tapi bahan narasumber saya. Pekerjaannya sebagai kepala seksi subauditorat sulawesi selatan badan pemeriksa keuangan. Auditor akuntan negara barangkali lebih tepat menyebut profesinya. Profesi ini menurut saya sangat berjasa. Mereka-mereka ini ditempatkan di BPK usai menyelesaikan studi di sekolah tinggi akuntan negara (STAN). Tapi untuk pak Mas'ud (saya menyapanya) tidak. Ia lulusan akuntansi Universitas Ailangga, Surabaya. Gaya hidupnya sederhana. Sangat sederhana untuk ukuran kepala seksi subauditorat keuangan. Pak Mas'ud tak punya mobil. "Belum mampu", katanya. Tapi di rumahnya yang berada di kompleks keuangan negara, telah bany

Tukang, Pilihan Saya Sekarang

Saya bukan tak suka, cuman memang saya tak mampu mengikuti jalanmu. Jalan itu tinggi sekali. Seperti menyanyikan lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung Tinggi--Tinggi Sekali. Hehe, tapi tak ada yang tidak bisa. Semua bisa asalkan ikhlas dan selalu berusaha. Nasib bisa diubah, tapi takdir entahlah. Saya belum pernah mencoba mengubah takdir. Masalah takdir, saya akan bercerita kisah saya bersama seorang teman yang selalu menjadi sahabat saya. Kami berdua pernah bercita-cita menjadi dokter. Kami berasal dari keluarga sederhana. Ayah saya bekerja di kantoran swasta sebagai pegawai biasa. Ayah teman saya adalah pedagang yang membuka toko kelontongan di rumah. Di sekolah, kami tak pintar-pintar amat. Tapi cita-cita kami tinggi sekali, dan kami bersemangat waktu itu. Kami lulus SMA dan berniat memburu cita-cita itu, menjadi dokter. Kami mendaftar di kampus yang sama. Pilihan pertama tentu saja kami memilih fakultas kedokteran. Pilihan kedua selanjutnya kami masih memilih fakultas yang sama, Ilmu Pol

sebuah protes

sebuah protes dalam diri, yang saya panggil kawan itu terus berontak untuk menulis. kawan saya itu, juga memanggil saya dengan panggilan kawan. dia berkata pelan, tapi saya masih bisa mendengarkan keluhannya yang perlahan meredup. "Kawan.. benamkan dalam dirimu kalau janji itu adalah utang. kau tau kawan, utang itu harus dibayar. sudah berapa lama kau berjanji kepada saya, jikalau pulang kau akan menulis untukku, tapi telah lewat berapa minggu kau tak menggubris," kata kawan saya itu pelan. dan saya hanya maklum menjawab seadanya. memang utang yang paling mudah saya ingkari adalah utang kepada diri sendiri. apalagi berutang kepada kawan saya yang protes itu, paling sering saya ingkari. "Kau tahu kawan, apa sebab saya tak lagi sering membaca buku ? supaya saya bisa melupakanmu," jawab saya dengan gusar berbisik pelan kepada kawan yang protes ini. tapi dalam hati, saya selalu berujar agar kau tenang saja kawan. seberapa pun utang yang pernah saya ucap untuk kau, suat

Kecelakaan Hebat di Kamar Saya yang Gelap

Image
Apa definisi kecelakaan. Ini versi saya, kecelakaan adalah musibah yang tidak direncanakan oleh perilaku kita sendiri, dan orang lain. Kejadiannya tiga hari pertama di bulan Maret 2010. Saya tidak tahu bagaimana bisa, sehingga saya harus menyebut kejadian itu sebagai kecelakaan. Kejadiannya di kamar saya, menjelang pagi. Kami yang tertidur lelap, sangat lelah hingga tak lagi memperhatikan jam dinding yang terus bernyanyi di samping kasur empuk tempat kami berdua. Seperti biasa, saat jelang tengah malam, naluri saya tiba-tiba saja ingin mematikan lampu dan berduaan dengannya, meraba-raba dunia kecil dalam tubuhnya. Jarum jam sudah menunjuk pukul tiga pagi, dan saya merasa telah terpuaskan oleh dunia kecil dalam tubuhnya yang telah saya telusur. Saat saya hendak merebahkan badan untuk beristirahat disampingnya. Saya keluar kamar menuju kamar mandi. Tapi, baru saja membuka pintu kamar, dan belum sempat memasuki kamar mandi, saat itulah kecelakaan itu terjadi. "Prakk," bunyi ke

Kesederhanaan Dalam Jazz Fariz RM

Setiap pencinta musik jazz tidak bisa memungkiri, musik ini adalah improvisasi tanpa batas. Dan improvisasi adalah kesederhanaan yang ditampilkan tiga musisi jazz Indonesia, Fariz RM, Idang Rasjidi, dan Eddy Syahroni di malam jazz penampilan mereka di liquid Hotel Clarion, Makassar. Sebelum tiga musisi jazz itu tampil, kelompok Pakarena in Jazz yang dimotori peniup Flute Abdi Basyid dan pagendang Daeng Basri menampilkan tiga lagu jazz etnik. Penampilan mereka membuka pentas Jazz malam itu, menambah pukau pengunjung. Belum mulai berkata-kata, Idang Rasjidi memainkan jemarinya diatas papan keyboard. Peniup Saxopone Mochammad mengikuti improvisasi Idang, terlebih dentuman drum Edy Syahroni dan perkusi dari Saku Rasjidi. Nanda sang gitaris terus melengking memadu instrumen yang dikomando Idang bersama pemetik bass Sadu Rasjidi. Bibir Idang terus mengikuti irama Bipbop jazz. Kurang lebih ada setengah jam improvisasi itu, hingga akhirnya sang bintang yang di tunggu Fariz RM muncul di hadapa

seni bagi saya

Saya merasa sebagai seniman, tapi tak pernah merasa menjadi bagian dari orang-orang kesenian. Sebagai seniman saya menulis kreatif, seperti cerita-cerita atau puisi. Saya tak pernah merasa menjadi bagian orang-orang yang berkesenian, sebab memang tak pernah berpartisipasi, kecuali mendapat undangan sekadar minum kopi di gedung kesenian bertempat di jalan.. Akh saya lupa nama jalan terpendek itu. Meski tidak bergabung dengan kelompok kesenian, bukan berarti saya menolak bergabung dengan mereka yang akan mengajak kelak. Cuma, sepertinya saya memang lebih senang menjadi partisan dengan gaya berseniman saya, menulis. Lebih senang menghadiri undangan alakadarnya, seperti diskusi, nonton film, bedah buku hingga acara minum kopi bersama. Seni bagi saya tidak harus berkelompok dan berurusan dengan tetek bengek birokrasi. Sebab, birokrasi membuat hambar seni itu sendiri. Dan di Makassar saya masih melihat seperti itu. Seni bukan urusan senior dan junior. Seni adalah persoalan kebersamaan, berb

Selamat Tidur

Ada banyak kata pembuka dan penutup yang menarik untuk memulai dan menyetop saling sapa kita. Awalnya saya mengira ucapan selamat, apapun itu hanyalah bersifat klise dan tidak penting-penting amat. Tapi semua hal kecil dan tidak penting itu, bisa berawal besar dan menentukan pilihan kita. Saya berutang di tulisan ini. Untuk sementara saya mengucapkan selamat tidur, nanti kita lanjut ya. (4 hari setelah janji) Selamat datang saya ucapkan. Lanjut tulisan mengenai selamat-selamatan, saya kira memang sangat perlu. Ini berawal dari sesuatu yang kecil. Kita mungkin tahu kalau seseorang memerlukan pujian ? Pujian itu bukan dalam arti anda cantik, anda gagah-tampan, baju anda bagus dan sebagainya. Pujian disini dalam arti syukur. Sebab, orang tidak selalu merasa beruntung bisa menikmati tidur di malam hari, dan terbangun keesokannya dalam keadaan sehat. Sejujurnya mungkin hal inilah yang sering kita lupakan. Selamat adalah memuji dan bukan hanya dengan ucapan namun juga mesti diikuti dalam

Petuah

Wajahnya sudah tua, sudah pasti karena penyakit yang diderita selama belasan tahun. Ia juga sudah lama tak bekerja. Tapi beruntung ia masih memiliki tunjangan gaji dari tempat kerjanya dulu, dan sedikit demi sedikit berhasil membiayai keenam anaknya yang masih sekolah. Saya mendapat petuah, kalau orang sudah berumur dan tinggal menikmati hidup. Cenderung ia akan mengurung diri di rumahnya. Sembari beribadah, berdoa dan selalu berharap kepada Tuhan. Sebab, ia tahu sudah tak memiliki waktu yang banyak. Yang ada tinggal cerita-cerita, soal pertemanannya dengan mereka. Biasanya cerita itu berulang-ulang. Tapi sabar mendengar, saya yakin adalah sebuah pahala. Pahala yang belum waktunya saya dapati, mungkin nanti. Entah, tapi saya yakin itu ada. Sebab pahala tidak hanya selalu berupa rejeki. Ia juga makna. Sebuah kebenaran yang datangnya dari silam ke kinian. Dan inilah petuah itu, dan sedikit demi sedikit hampir terjawab meski tidak semua. Sabar !! Masih sampai disini, pahala berupa makna

Saya Tahu, Kini Ia tidak Misterius Lagi

Bukan-bukan, cara-Nya bekerja tidak misterius. Ia hanya memberi kesempatan kepada kita melihat dan belajar tentang masa. Kita hanya bisa menerka ada apa setelahnya. Kadang beruntung, juga tidak, kita jatuh di lubang itu. Ada duri, tapi sebagian juga ada nikmat di sana. Yang misterius itu, hanya waktu di depan kita. Menebak dan meramal boleh saja. Tapi misterius belum tentu, karena semuanya kembali kepada kita. Tuhan mencipta tempat, dan mencipta waktu, sedang kita mengambil keputusan dan tindakan atas dasar pelbagai pertimbangan. Hanya dibutuhkan tindakan dan keberanian. Dan itu sebab, Tuhan bagi saya selalu saja menjawab doa setiap hamba-Nya yang selalu berharap dan berusaha.

Mengenang Gus Dur

Jauh di peristirahatan terakhirmu, saya tahu sangat kehilangan. Saya hanya pernah memiliki satu buku karanganmu Gus, kalau tak salah judulnya 'TNI Kembali ke Barak.' Itu pun tak sempat saya baca habis, karena keburu dipinjam sama senior saat masih kuliah dulu. Gus, kamu kontroversi iya tentu saja. Tapi bukan itu yang membuatku takjub. Hari pemakaman itu yang bikin takjub. Semua orang dari pelbagai, tua muda, kaya miskin, cina papua, kristen budha hingga konghucu turut hadir mengantarmu di persinggahan terakhir. Benarlah adagium ini, 'setiap orang akan dikenang barangkali saat ia telah tiada'. Saya jadi ingat cerita, seorang bapak tua yang sangat cerewet kepada anaknya. Saat itu, bapak tua yang renta itu, telah sakit dan berada lama di pembaringan. Saban hari, selalu saja ia memanggil anak satu-satunya sekadar untuk mendengar cerita bapak. Cerita bahwa ia pernah menemukan sebuah kota kecil, yang di dalamnya berisi mahluk-mahluk unik. Mulai dari mahluk raksasa, perempuan