..bantalkepala

Saya tidak pernah tahu nama lengkap Bung Luthfi, namun kami semua yang mengenalnya lebih senang memanggilnya dengan sebutan Bung Luthfi. Siapa yang mengira Bung Luthfi adalah seorang sahabat dari kurator Nirwan Ahmad Arsuka. Dari Bung Luthfi saya tahu sedikit tentang kurator sastra itu. Bertemu Bung Luthfi pertama kali, ketika saya masih bekerja di Radio Telstar Makassar. Telstar kependekan dari Terminal Suara Lestari. Ini adalah radio dengan segmentasi hiburan, terutama hiburan untuk kalangan keluarga dan dari berbagai usia.

Menuju Tangerang, saya naik busway singgah ke Slipi bawah untuk selanjutnya naik omprengan ke rumah kontrakan di kavling pemda. Jam 11 malam masih ramai lalulalang para pekerja kemalaman berebut tempat pulang ke rumah. Hari senin di Kawasan Semanggi, macet tak begitu parahnya, saya juga berebut pulang sehabis dari kantor di Kawasan Sarinah. Membayangkan pulang kantor jam 11 malam di Makassar, tempat saya besar bagai mimpi buruk. Manusiamanusia Jakarta semakin bertambah, bagai koloni berbiak memamah kuekue keberuntungan di Ibukota. Kata, seorang teman, aseli betawi, saya adalah pendatang yang menambah keruwetan Jakarta. Terus, kujawab, emang Jakarta punya nenek moyangmu! Hahahahha. Jadi, betul kata idiom yang menyanyikan nadanada nyinyir: siapa suruh datang Jakarta. :-)

Dan bersama para bapakbapak. Tetangga sodara di Depok diajakin berenang di Bumi Wiyata. Depok.

Ahad yang masih cerah, saya ke Depok dari Tangerang menggunakan KRL yang akrab disebut kereta commuter. Bersama istri, saya berangkat jam delapan pagi menuju Depok, ke rumah saudara. Seperti biasa, saban pekan, Ahad, kereta commuter pasti dipadati penumpang. Jika hari kerja, kereta commuter ramai dipadati orangorang kantoran, mahasiswa sampai anak sekolah. Tapi jika akhir pekan tiba. Bisa dipastikan, anakanak kecil di bawah usia enam tahun pasti ramai menghuni kereta commuter ini bersama orangtua. Akhir pekan memang senilai emas di Ibukota. Dan kebersamaan bersama keluarga adalah harga yang tidak ada nilainya :)

Semalam sempat berfoto dengan orang ini. Namanya Ronald (kalau tak salah). Konon ia adalah presenter kocak, tapi kata seoranh teman, Ronald lebih banyak dikenal sebagai penyiar radio. Teman saya bercerita, kalau setiap pagi, ia kerap mendengar suara Ronald kala mengantar istrinya bekerja. Teman saya ini, bahkan sempat meminta nomer whatsapp si Ronald, katanya, ia akan mengganggu kala si Ronald siaran di pagi haro sembari berpesan singkat: istriku fans berat kamu Bang Ronald. Saya akan merekam suara anda supaya anda tertawa sendiri. Sebab, siaran di pagi hari saja sudah xukup menggelitik istri saya. @hehehe kocak kalau fans sudah setengah mati..

Sedang menunggu istri yang lagi mengajar di sebuah bimbingan belajar. Dan saya senang sekali menyaksikan hiruk dan pikuk Tangerang City di pelataran Mall ini, sembari menikmati kopi. Oh, kadangkadang kita memang perlu berkongkow sendirian sambil berbakti sebagai suami yang baik. Sejak teknologi smartphone semakin canggih, kabar dan gambar bisa disampaikan, maka saya akan memantapkan diri berbagi di blog ini, bukan sekadar tulisan panjang saja. Tapi tulisan singkat sederhana, dan semoga bermakna selalu.

D ua jam lewat setelah matahari berada di tengah yang terik, Pelabuhan Sunda Kelapa masih saja membakar kulit. Puluhan kapal masih bersandar di pelabuhan dengan dermaga sepanjang kurang lebih 2 kilometer. Kapal-kapal didominasi kapal kayu sedang bersandar. Lima orang anak buah kapal (ABK) menarik baling-baling kapal memanfaatkan tongkang yang ada di atas kapal kayu. Kelima orang itu sedang merawat kapal.

M asih ingat dengan Repelita? Di jaman Soeharto Repelita atau rencana pembangunan lima tahun masih cukup akrab di masa tahun 1990-an. Kalau saya tak keliru, saban lima tahun juga keluar sebuah buku yang cukup tebal disingkat GBHN atau Garis Besar Haluan Negara.  Bukunya setebal rata-rata novel Harry Potter. Yang membedakan tentu isinya, yang kala itu mau dihafal juga sangat membosankan. Dihafal, karena tuntutan sekolah pada masa saya di masa 1994-1998. 

E ra media sosial sekarang, sepertinya sudah tidak sulit memberikan informasi kepada khalayak. Siapapun sudah bisa memberi informasi yang tak kenal batas. Namun perlu barangkali membedakan informasi yang layak menjadi berita sehingga dipercaya khalayak (masyarakat penikmat berita) Berita, sebagaimana pers memandang ialah suatu informasi yang layak dipercaya. Menurut pakem, berita mengandung fakta. 

D unia sudah berubah atau dunia yang mengubah kita? Barangkali pertanyaan ini sudah lazim menjelang tua. Maklum, usia seperempat abad lebih bukan usia muda lagi, tepatnya mencapai usia kepala tiga. Kalau diulik lebih jauh tak ada yang berubah dari dunia. Generasi-generasi sebelum kita mungkin juga punya pertanyaan sama. Jaman sudah maju bla bla bla . Atau bagi orangtua kebanyakan, ucapannya sering kali seperti ini kepada orang yang lebih muda. "Dulu waktu kita muda belum ada barang-barang secanggih ini. Sekaranng sudah moderen dan bla bla bla ."

S etiap penulis handal biasanya memang pandai menangkap momen. Tapi selalu sebatas imaji belaka. Mereka cukup pandai memindahkan momen dari pandangan mata yang dilihatnya, disimpannya, dipindahkannya ke dalam tulisan. Berbeda dengan Fotografer, mereka rela menunggu berdetik-detik hingga berjamjam demi sebuah momen, lalu ditangkapnya dalam sorot mata kamera mengabadikan.

S aya buruh media, namun menganggapnya tak lebih sebagai tempat numpang hidup. Selama dapur masih mengepul, bisa makan itu anugerah buat saya. Media tak lebih, tempat dagelan berupa corong kecil dengan lubang sangat besar diujungnya. Jika melihatnya, seolah dipaksa masuk dalam corong itu, lalu muncullah aneka rasa dengan ujungnya dibuat takjub.

Mamak yang baik. Anakmu di sini baik-baik saja, namun tetap selalu merindukanmu, kapan dan dimanapun. Mamak yang baik, saban kali mendengar atau melihat ibu-ibu yang sudah tua di jalan-jalan di Jakarta, tak tahu mengapa saya selalu mengingatmu mamak. Jangankan melihat ibu-ibu tua atau mamak-mamak yang renta. Mengeja kata ibu, di koran-koran, di internet tak tahu mengapa saya selalu mau menangis mamak.

*ini tempat di singapura, tepatnya di kawasan orchard, serangoon road, quarkey dan kelantan road